Blog, sejuta kata sejuta makna. Dan, kini ada 4 blog istimewa yang mencuri perhatianku, ia kubuka dengan seksama setiap kali online. Yup! Itu blognya 'murid-murid'-ku. (hihi...masih ada tanda petiknya, soalnya proses komunikasinya terhijab jasad dan jarak)

Ke-4 blog itu, nyaris lahir dalam waktu berdekatan, di penghujung Maret ini. Maia yang pertama, disusul Kanaa, lalu Fina dan Dian. Fina, sejauh penelusuranku, sebenarnya sudah pernah membuat blog...tapi kayaknya baru kali ini yang sifatnya bakalanlebih ter-maintainance. hehe...

Karakter ke-4 blog itu berbeda sangat. Dan kurasa gabungan semuanya melahirkan sebuah 'taste' yang luar biasa. Blog-blog itu menunjukkan bahwa setiap anak, setiap murid, memiliki sense kecerdasan yang berbeda. Hatta, sama-sama memiliki kecerdasan linguistik, namun cita rasanya pun berbeda. Sebab, mereka menggunakan cara pandang, pilihan kalimat, gaya bahasa, topik bahasan, dan pendekatan yang berbeda. Jadi, ke-4 blog itu saling memperkaya.

Maia Rosyida, dengan gaya lugasnya. Dia paling bisa mengabadikan kesehariannya yang heboh, berinteraksi dengan anak-anak cowok --rekan se-Blue Band-nya-- yang 'smart in musical' itu. Dengan gaya yang sangat Maia banget, gaya yang sama dengan jika kita membaca bukunya "Tarian Cinta". Maia terlihat sangat merdeka dalam urusan pilihan kata. Umpatan-umpatan khas Maia juga bisa kita temui di sini. Kebahasaan yang 'tiada batas' (buat menggantikan istilah vulgar yang terlalu over) ini nampak juga saat ia menamai blognya dengan nama 'unordinary' : dalanggendheng. Hihi..bahakan pihak Blogger pun, dibuat kelimpungan. Jika kita mengklik link Maia nanti akan tampil warning bahwa blognya Maia terkategori 'berresiko'. Saran saya, cuekin saja semua itu dan pilihlah opsi pertama : Saya Mengerti dan Berharap untuk Melanjutkan...

Siti Qona'ah, yang sangat kentara esais banget. Dara yang biasa dipanggil Kanaa ini asli seorang analis handal dan oke pula dalam menuangkan hasil analisisnya dalam bentuk esai/opini yang lebih mirip dengan nonfiksi kreatif. Latar belakangnya yang Pimred E-Lalang, majalah sekolah Q-Tha, membuat ia peka terhadap kondisi realita di seputar dunia pendidikan dan remaja. Baginya, sinetron itu adalah racun buat remaja, begitu juga dengan movie yang sarat dengan mistik, kekerasan, dan percintaan dangkal.

Fina Af'idatussofa, yang bahasa hatinya sangat menyentuh. Kata, baginya adalah singgahsana ,,, menemaninya ketika ia tak bisa berucap,,, menggantikannya berbicara ketika ia sedang tak ingin berbicara. Kata-kata adalah teman baiknya kini,,, Fina, adalah multitalenta. Selama ada sesuatu yang bernama kata di situ, maka ia bisa dengan sangat manis 'mengisi'nya. Puisi, cerpen, novel, nonfiksi kreatif, bahkan juga skenario film... atau apapun bentuknya adalah ranah yang ia cintai. Renungan dan kontemplasinya menghasilkan rangkaian kata yang bikin kita 'adem'. Beberapa bukunya telah diterbitkan. Kirim saja email padanya, untuk mendapatkan informasi dimana bukunya bisa dapatkan plus berapa pula harga bukunya.

Baik, Maia, Kanaa, dan Fina, selain menulis, mereka juga terlibat aktif dalam dunia jurnalistik di sekolahnya, juga aktivitas ke-teateran dan pembuatan film indie. Media itulah yang kemudian kupikir menjadi rumah kata-kata mereka, dan lantas tumbuh karenanya. Mereka juga telah beberapa kali hadir di forum bedah buku di berbagai daerah. Ini juga berarti, 'public speaking' bukanlah hal yang asing bagi mereka.

Last, Deeanz... Muridku yang satu ini, memiliki karakter tersendiri. By the way, aku angkat topi dulu untuk ini. Sebab, proses lahirnya blog ini tidaklah semudah membalikan telapak tangan. D33, mesti ikhlas memasuki dunia baru alias lahir seperti baru...dalam istilahku untuk bersedia lebih 'loudly' dalam berteriak. Salut yang kedua, adalah cara menuliskannya...sangat membutuhkan ketrampilan tidak cuma logika dan rasa, tapi juga tangan. Guru Bahasa Indonesia mungkin paling 'kebakaran jenggot' jika melihat tulisannya Deeanz. Karena Deeanz tidak mengenal huruf kapital dan aturan baku lainnya. Dia bisa luwes menggunakan tombol shift seluwes menekan tombol alphabet...untuk mudahnya, liat aja deh blognya Deeanz. Tapi bukan berarti, dia ga memahami kebakuan ini. Justru karena dia paham banget maka, dia memilih untuk 'berontak' dengan caranya. Baginya, bahasa tak terpaku pada simbol huruf. Bahasa mencipta ruang kebebasan, bukan sebaliknya, bahasa menjadi alat kungkungan. Dalam kacamata lebih jauh, inilah kendala mengapa murid-murid di Indonesia gagap berkarya tulis...karena terlalu banyak kungkungan dan aturan. Tapi alasan yang paling jujur, ya...karena memang itulah cara D33 biasa menulis, termasuk menulis pesan singkat di hape...

Jadi, mereka telah siap berkarya kini... Inilah ruh sejati dari seorang pembelajar, yaitu : berkarya. MOga,mereka istiqomah dalam updatingnya. Dan kedepan, aku berharap akan lahir blog-blog baru dari murid-muridku yang lain... doakan saja. ^_^

Diposkan oleh doniriadi.blogspot.com Friday, March 28, 2008

0 komentar

Subscribe here

Better Place For Children