Seorang laki-laki dengan topi hitam bertuliskan DIRECTOR menatap lurus ke depan. Tangannya menggenggam megaphone kecil.
Di hadapannya, laki-laki yang lain, berkacamata, sedang berada di depan monitor, menulisi sesuatu, sepertinya sebuah blog. Di tangan seorang Sound Engineer, nanti ada suara bass yang membacakan tulisan yang dibuat laki-laki itu.
Laki-laki bertopi hitam menggumam : "Camera.... Rolling... Action!"..
"early morning blue.
Masih ada getaran yang tersisa dari mimpi tadi malam. Bingung. Karena kurasa kami tidak pernah sedekat ini. Dia begitu dekat...sangat dekat. Jilbab putihnya itu tak menutupi kepalanya. Itu berarti, aku menjadi muhrim baginya.
Ia berceloteh tak henti, sementar jariku di atas keyboard mencoba mengejarnya. Sepertinya, kami sedang berkolaborasi membuat sebuah cerita. Kata-katanya riuh mengalir bagai gerimis*)
Kemudian fading, gambarnya menjadi dissolve, menghilang pelan-pelan dan muncul dengan scene baru. Dia sedang mengajariku membuka sebuah media jejaring komunitas melalui handphonenya yang kaya fitur. Jelas itu handphonenya, karena handphoneku angkatan jadul, hitam putih tanpa kamera. Dan,... mmmm... ia melakukannya sembari bersenderan dibahuku.
Aku tidak mempercayai scene ini, sehingga aku dengan jelas menolehkan kepala dan melihatnya. Iya, itu adalah dia. How could be? Seakan ingin menegaskan bahwa itu adalah dirinya, maka kemudian ia 'mendatangkan' teman-teman dekatnya. Satu, dua, tiga,..dan wah...belasan, semuanya berkumpul sekarang, di beranda depan rumah yang kecil itu. Dan tentu saja, aku mengenali mereka. Karena mereka juga pernah hadir dalam mimpi-mimpiku sebelumnya. Dan aku menanyakan satu hal penting kepada mereka yang sebenarnya juga menjadi pertanyaan buatku: apa kabar masa depan kita? Dan,... ramailah beranda itu.
Aku tahu, aku sedang berada dalam pengembaraan dunia ruh. Aku tahu jasadku masih terbaring, jauh di dimensi yang berbeda. Diam-diam aku berharap, malam kali ini lebih panjang dan seluruh ayam jago yang ada bangun kesiangan, sehingga tak bisa membangkitkan pagi.
***
Duduk dengan teh hangat di dekatku, dalam dunia realita, tiba-tiba pertanyaan bergulir di benak, apakah ruh itu akan selalu kembali ke jasadnya setiap pagi? apa yang terjadi jika ruh itu enggan bermukim kembali dan memilih mengembara di dunianya atau tak sengaja tersesat menuju jalan pulang? Aku pernah membaca bahwa ruh sebagaimana penciptanya, tak pernah tidur atau istirahat. Bahkan kematian jasadnya pun tak membuatnya lantas turut mati. Ruh-ruh ini akan terus hidup, hingga saatnya tiba berkumpul dibelakang nabinya masing-masing, sesaat sebelum menerima penghukuman atau penghadiahan dalam the Judgment Day.
Ahhh...rupanya mimpiku hingga hari ini masih saja egosentris. Kapan tiba masanya, aku memimpikan bertemu dengan wajah Ar-Rijalul Quran itu, atau memimpikan melihat negeriku terhampar gemah ripah loh jinawi, atau mimpi lain yang setara dengan itu?
Yang jelas, semua scene menjadi hitam, tepat ketika aku menangkap sebuah suara yang sudah akrab di telinga, "Ayah... bangun Yah...Sholat, yah!"
"CUT!... Welldone!" laki-laki bertopi hitam bertulis DIRECTOR itu tersenyum puas.
(picture source : http://media.photobucket.com/image/dream/1peace1luv/dream.jpg)
*) lirik dalam lagu Kupu-Kupu Kertas Ebiet G. Ade
*) lirik dalam lagu Kupu-Kupu Kertas Ebiet G. Ade
Di sini aku cuma bisa meraba-raba: mana mimpi mana nyata mana harapan yang terpendam. Hahah...
mantep neh posting nya .. keren
om bulan-->> haha..sejatinya begitulah hidup..tidak jelas benar mana mimpi, realita, dan harapan...
om doctor...>> kaya gitu mantab?? halah! ini mah tulisan ga penting..tulisan orang lagi ngelindur...kekeke...
mmm,,,