Saung, 23.30
Dalam diam dan sunyi, aku terpaku pada rangkaian kalimat dalam sebuah blog. Imagi sunyi di dalamnya membawaku terhanyut pada pusaran Deja Vu. Imagi itu, begitu nyata, mewujud dari bayangan abstrak sebuah judul buku yang memberi pengaruh besar pada diriku, hingga saat ini: "Toto Chan, gadis cilik di balik jendela."

***
Lab, 09.00
Pertemuan itu singkat. Sekejapan saja. Tapi membekas, hingga saat ini. Ada sesuatu dimatanya. Mata yang kurasa, penuh rindu dan penantian. Entah rindu pada siapa dan menanti apa. Mata yang di dalamnya tumbuh taman sunyi. And I also can see the pain living in her eyes.

Tiga bulan lalu, pertemuan itu. Saat aku menyebar release di Pers Room. Dan hari ini, aku menemukannya kembali. Selama kurun waktu itu, sisa-sisa pertanyaan masih juga ada dan belum menemukan jawabannya. Seperti juga hari ini, tapi aku tetap memilih membiarkannya menjadi misteri. Aku mengutip kata-katanya, tidak semua hal harus terungkap dan biarlah ia tetap berada di dalam kotak kecil dengan satu kunci yang hanya kita yang memiliki.

***

Takjub. Hidup rupanya adalah misteri. Kemarin, dan juga hingga hari ini, aku masih berusaha mengubur 'dialog-dialog tanpa kata'-ku. Sebuah keputusan yang sarat sembilu. Tanpa suara aku berkata, dan tanpa suara aku berteriak pedih. Dan hari ini, justru sosok 'bersama suara' ini tiba-tiba datang menghampiri.

Ya, suara adalah sahabat sejatinya. Bersama suara mengejar cahaya. Ahh, kata kontemplatif dan sarat makna. Lalu, hidupku seakan menyempurna. Kemarin, bergelut dan mendapatkan inspirasi dari kata (sunyi) yang merupa, sekarang kata itu telah bersuara, dan tetap setia membentuk rupa.Aku bahkan bisa mendengar suara itu menggema dalam ruang hatiku : "Saya '...' melaporkan dari Pantura Jawa untuk Radio '...'. Salam."

Aku membaca transkrips suaranya, ...abarasi laut jawa, Q-Tha, Daur Ulang sampah....mmm, she cares the nature...dia peduli pada umur bumi ini dan pendidikan yang menjadi soko guru tumbuhnya kemuliaan manusia. tema itu, seide dengan tema-temaku.

***

Eureka! Aku menemukannya, oase itu. 'Oase' yang kuyakini adalah 'blink' yang kucari selama ini. Ia adalah tokoh utama pertama, dalam project menulis "Ide Besar"-ku. Ya, seorang jurnalis radio, lengkap dengan taman sunyinya itu. Dan kurasa, dengan suaranya itu, ia akan menyegarkan setiap pagi dengan salam pembukanya :"Pagi yang cerah untuk jiwa yang cerah. Semoga pagi ini mengawali banyaknya manfaat dan inspirasi yang kita tebarkan,". Hemm...

Sayangnya, waktu telah membuatku menjadi patung batu. Dahaga atau tak dahaga, rindu atau tak rindu, aku tak dapat menghampiri 'Oase' itu. Aku hanya bisa menemukannya. Aku tak dapat mereguk barang seteguk airnya. Aku tak dapat...atau lebih tepatnya tak boleh. Sampai, tetes hujan dari langit melunakkan wujud batuku menjadi cair. Mungkin berupa hujan asam yang pedih atau apalah...

Dan sekali lagi dalam kehidupanku, aku menjadi seorang Platonis. Meyimpan semuanya dan melihatnya dari kejauhan. Sama seperti halnya, ketika aku menyapa embun pagi itu, dengan tanpa ucap, cuma tatap, dan seikat doa.

***

Tapi Setidaknya, hari ini dalam kehidupanku, aku telah menuliskannya. bahwa aku telah bertemu dengan sebuah "Oase", dan aku bersyukur karenanya. Ia telah menjadi titik kurva kelima dalam kehidupanku. Meski, bersamaan dengan itu aku tak punya pilihan lain, selain harus menjadi "Plato" lagi. Dan satu hal, meski ia bersahabat dengan suara, bagiku ia adalah taman yang paling sunyi senyap. []

Diposkan oleh doniriadi.blogspot.com Monday, June 08, 2009

0 komentar

Subscribe here

Better Place For Children