Tulisan ini adalah sebuah tanggapan atas jalannya diskusi di PKSWatch yang mengkritisi HNW dan Ahmadiyah, yang juga dipicu oleh salah satu surat pembaca di Koran Tempo.

Pada dasarnya, saya malas memberi koment atas topik HNW dan Ahmadiyah ini.

Namun karena saya melihat, makin lama pembahasannya makin bias ke arah persepsi yang salah mengenai sosok HNW, maka terpaksa saya akhirnya menulis juga.

Saya telah mengkonfirmasi ke HNW melalui staff ahli Ketua MPR-RI, dan dari situ apa yang saya perkirakan benar adanya.
Karena itu, saya menegaskan hal-hal sebagai berikut :

1. Surat Pembaca di atas berangkat dari informasi minim sehingga banyak pernyataan salah kaprah.

Penulisnya menggiring opini seolah-olah HNW dan SBY berseberangan sikap soal ketentraman hidup beragama.
Si Penulis salah besar jika menganggap SBY tidak satu ide dengan HNW.
Saya masih punya kutipan SBY yang mengatakan : "Ahmadiyah Sudah Resmi Dilarang Pemerintah".

Ini sebagian petikannya, yang saya peroleh dari detik.com :
"Pada tingkat MUI dan kejaksaan sudah ada larangan terhadap kegiatan Ahmadiyah. Tapi kenyataannya masih banyak kantong-kantong Ahmadiyah di daerah," kata SBY.

Pernyataan ini disampaikan SBY saat menjawab pertanyaan seorang guru yang menjadi peserta acara ramah tamah antara SBY dengan para teladan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/8/2005).

Dituturkan SBY, aliran Ahmadiyah sudah menyebar di banyak negara, yang berpusat di Pakistan. Di Indonesia ada dua aliran, yaitu Lahore dan Qadiani (Qadian).

Aliran yang kedua inilah, lanjut dia, yang kemudian dinyatakan terlarang karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi terakhir setelah Nabi Muhammad SAW.

"Inilah yang menjadi persoalan, karena tidak sesuai dengan ajaran Islam," kata SBY.

Mengenai aksi kekerasan penutupan paksa markas Ahmadiyah di Parung, SBY mengatakan, dirinya secara pribadi sudah meminta penjelasan detail mengenai aliran Ahmadiyah dari MUI. "Tapi untuk menyelesaikannya, jangan main hakim sendiri," cetusnya.

Jadi, sikap negara/pemerintah jelas. Baik Presidennya maupun Ketua MPR-nya.

2. Yang berhak melarang suatu agama/kelompok dikembangkan di Indonesia adalah Kejakgung bukan MA, seperti yang dikatakan DOS. Saya harap, DOS lain kali lebih berhati-hati soal menyebut lembaga/personal.

3. Negara telah melakukan tugasnya dalam kasus Ahmadiyah. Seiring dengan Otonomi Daerah. beberapa daerah melalui kepala daerahnya (baca : negara) telah mengeluarkan larangan terhadap Ahmadiyah.
Contohnya : Subang (1976), Selong (1983), Rappang Sulawesi (1986), Sungai Penuh (1989), Tarakan (1989), dan Propinsi Sumatera Utara (1994), juga di Lombok. NTB

Ini bukan barang baru, karena dalam konteks akar ideologis, dunia Islam juga telah mengeluarkan larangan. Diantaranya : Malaysia dan Brunei Darussalam yang lebih dulu sudah melarang Ahmadiyah.

Selain itu, Robithoh 'Alam Islami' yang beranggotakan 124 negara pada 1974 telah menyatakan Ahmadiyah sebagai ajaran yang keluar dari Islam.

OKI pada 1985 menyatakan Ahmadiyah itu murtad (keluar dari Islam), pemerintah Arab Saudi juga menyatakan Ahmadiyah itu kafir, dan Pakistan sudah tegas menyatakan Ahmadiyah adalah minoritas non-muslim.

Sementara, fatwa MUI secara yuridis sudah mengacu kepada peraturan negara yakni pasal 29 UUD yang melarang penafsiran agama secara keliru, Perpres pada 1965, dan UU 5/1969 yang melarang penodaan agama.

Dirjen Bimmas Islam Depag RI akhirnya mengeluarkan SE nomer D/BA.01/0399/84 pada 20 September 1984 yang menegaskan bahwa Ahmdiyah merupakan sekte di luar Islam.

Sikap itu dipertegas lagi dalam Raker Polkam pada 9 Mei 1984 yang menyatakan Ahmadiyah itu ajaran di luar islam, melarang majalah dan barang cetakan Ahmadiyah, dan meninjau kembali putusan Depkeh pada 13 Maret 1953 yang menganggap Ahmadiyah sebagai organisasi biasa.

4. HNW, menurut saya, justru telah on the track sebagai sosok negarawan dan juga sosok ulama. Kenegarawanan dan keulamaan adalah hal yang jarang dimiliki dalam satu sosok pemimpin.

Dalam hal ini, HNW telah menawarkan solusi terbaik untuk mengeliminasi tindakan persekusi terhadap warga Ahmadiyah. Sarannya menganjurkan warga Ahmadiyah kembali ke Islam, adalah solusi abadi menghilangkan kekerasan terhadap aliran ini.

Tindakan kekerasan lahir bukan hanya karena adanya kemelencengan aqidah, tetapi karena ketertutupan atau pengisolasian diri yang dilakukan warga Ahmadiyah terhadap lingkungan di sekitarnya.

Di negara asalnya, India, aliran ini juga menjadi obyek kekerasan, pengrusakan dan penghancuran. Namun, pemerintah India tetap melindunginya untuk kepentingan melemahkan umat Islam dari dalam.

Anda pernah dengar Muhamamd Iqbal ? Penyair moderat yang pernah mendapat gelar Sir dari Kerajaan Inggris itu bahkan sempat menulis surat kepada Nehru yang isinya : "Ahmadiyah itu pengkhianat bagi Agama dan Negara".

Juga Abul A'la Maududi, tokoh gerakan Islam itu, divonis hukuman mati oleh pemerintah India gara-gara ia menuntut pembubaran Ahmadiyah. Walau akhirnya Maududi lolos dari tiang gantungan dan hanya dihukum beberapa tahun, karena pernyataan fenomenalnya yang mengatakan : "kematian adalah hal yang paling dirindukan oleh seorang mujahid".

5. Jika ada yang mengatakan bahwa HNW tidak nampak manusiawi karena tidak memberikan simpati kepada korban warga Ahamdiyah, maka dapat dipastikan, pihak yang mengatakan tidak mengenal sosok HNW luar dalam.

Kita tak dapat mengambil justifikasi kepada HNW secara parsial hanya dari satu moment saja.
PAhami HNW secara utuh, maka fakta akan menyodorkan berbeda.
Dalam kasus Karikatur, HNW-lah yang menyerukan kepada demonstran untuk tidak bertindak anarkis melakukan pembakaran, pengrusakan, dsb.
Bahkan dalam Forum Indonesia Damai, forum yang dibangun pasca kerusuhan Mei 1998, HNW berperan aktif didalamnya dan sempat menjadi koordinator. Coba konfirm ke Muji Sutrisno, Ratna Sarumpaet, dll , bagaimana sosok HNW bekerja dan sikapnya terhadap kekerasan.

Yang terjadi adalah, ucapan HNW yang diambil media (dalam hal ini Antara) hanya yang berkaitan dengan permintaan suaka politik dan apa solusi menghilangkan kekerasan terhadap Ahmadiyah ?

Coba saja direnungkan, Apakah memang ada alternatif jawaban lain yang lebih bijak selai ajakan untuk kembali ke jalan Islam? apakah warga Ahmadiyah harus dijaga polisi 24 jam sepanjang tahun ? Apakah Depsos dan LSM, atau juga PKS, harus selalu menyediakan fasilitas pengungsian bagi para korban ?
Semua itu khan pada dasarnya adalah solusi pasca, bukan pencegahan. Padahal pencegahan selalu menjadi orbat yang terbaik.

Jika jawabannya adalah dengan mendidik anak dan keluarga agar nggak ikut-ikut sesat, maka jawaban ini sungguh naif.
Karena tidak setiap anak di dunia ini terlahir karena dikehendaki, otomatis, mereka kehilangan orang tua yang mencintai mereka dan mengajarkan mereka tentang iman.
Tidak setiap sekolah di dunia ini mengajarkan kebaikan. Bagaimana dengan sekolah intelejen/militer negara lain yang mengajarkan cara adu domba, infiltrasi, dsb dalam rangka melemahkan umat.
Sementara, sekolah-sekolah Islam masih bertarif mahal dan tidak tercapai semua oleh lapisan rakyat.

Saya hanya ingin mengatakan, jangan hanya terpaku pada satu tawaran solusi saja. Sebagai bapak, otomatis kita bakal mendidik anak. Sebagai aktivis, kita juga membangun masyarakat, sebagai politisi, kita juga menyiapkan perangkat regulasinya. Intinya, kalo ingin berhasil, seluruh sendi-sendi kehidupan ini disentuh, dan tidak perlu memandang remeh salah satu diantaranya.

6. Umat Islam, mestinya justru bersyukur memiliki sosok pemimpin negara yang mampu melindungi orisinalitas agama yang dianut oleh warga negaranya. Untuk menjaga orisinalitas/kemurnian agama Islam tidaklah gampang, terlebih jika menyangkut otoritas negara yang melakukanya.

Perangkat negara banyak yang melihat hanya dari aspek administratif atau berlindung dari adagium demi kepentingan umum, sehingga tidak berani menyatakan sikapnya melarang suatu aliran yang menodai suatu agama.

padahal, pembiaran-pembiaran atau lambannnya sikap ini-lah, yang menjadi pemicu lahirnya aksi main hakim sendiri. Yaitu saat warga memutuskan untuk mengambil langkah sendiri karena menganggap institusi yang berwenang mandul alias ga bergigi.

jadi, solusi keduanya adalah, Ketegasan aparat hukum. Supremasi hukum !

Karena itu, apa yang diperjuangkan oleh PKS dan partai-partai seide yang lain, pada dasarnya adalah juga usaha untuk melahirkan perangkat-perangkat negara, yang berani menunjukkan sikap profesionalitas dalam dua perspektif, dunia dan akhirat.

7. Jika ada yang mengatakan adalah hak setiap orang untuk memeluk agama dan keyakinan apapun, termasuk yang dianggap sesat sekalipun, maka sesungguhnya inilah yang disebut dengan karakter kejahiliyahan (kebodohan) abadi. Karena sudah jelas, Allah sudah menurunkan beratus-ratus rasul dan nabi sepanjang usia manusia dan bumi demi sekedar menunjukkan kepada manusia jalan lurus dan jalan yang dirihoi oleh Allah.

Nah disinilah, bung DOS, konteks Islam sebagai Rahmatan lil Alamin ini berlaku. Islam memberikan jalannya, jalan keselamatan umat manusia termasuk eksistensi alam semesta didalamnya.

Rahmatan lil Alamin, tidak dapat dilihat hanya dari satu sudut parsial saja, yaitu damai. Memukul anak (berarti ini kekerasan), dibolehkan dalam Islam. Tentu saja selama pemukulan itu bersifat mendidik/kasih sayang dan untuk urusan Ibadah Maghdoh (sholat). Keras ! Karena lebih baik anak itu dipukul oleh bapak daripada nanti malaikat Malik yang memukulnya di neraka gara-gara lalai sholat.

Damai bukan berarti selalu anti kekerasan. Damai bukan berarti berkompromi dengan kemaksiatan dan kejahatan.
Damai adalah saat orang melakukan amal/ibadah/perbuatan baik tanpa rasa takut-takut terhadap ancaman/intimidasi dari orang/lembaga lain saat ia melakukan perbuatan baik itu.

That's it !

Diposkan oleh doniriadi.blogspot.com Thursday, March 02, 2006

1 Responses to HNW dan Pemurnian Islam

  1. Anonymous Says:
  2. mudah mudahan ini bukan pendapat resmi PKS.

    KAlau iya maka saya berdoa agar PKS nanti di BAN dan dilarang di Indonesia karena san RASIS dan FASIS.

    Kalau bukan pendapat PKS maka saya berdoa agar PKS menyadari kekhilafannya dan segera kembali ke jalan yang benar sehingga mampu membawa Indonesia ke pintu kesejahteraan yang sesungguhnya.

     

Subscribe here

Better Place For Children