Setiap kali melihat sosoknya, kekaguman selalu tertorehkan. Tidak hanya sekarang, juga masa-masa sebelumnya. Kesederhanaannya, kekuatan kata-kata yang terlontar dari lisannya, kerendahan hatinya, dan yang terkuat : empatinya kepada orang lain. Sosok itu kadang begitu lembut kadang begitu tegas. Kebijaksanaan keputusannya mesti dapat diandalkan dalam setiap konflik dan kondisi kebingungan.

Sosok ini, meski telah menjadi tokoh penting di negeri ini, ia tetap tak banyak berubah. Bukannya memuji atau menyanjung, namun karakter dirinya ini menjadi salah satu hal yang mempengaruhi cara berpikir dan bertindak diri ini. Beliau tetap sederhana, meski peluang untuk memperbaiki, katakanlah 'kesejahteraan' diri amat terbuka, namun beliau ternyata memilih untuk tetap tampil apa adanya.

Tiba-tiba aku merasa menyesal atas apa yang pernah kulakukan dulu, kepadanya. Sosok ini pernah rada ketar-ketir karena pernah kubonceng pake motor dengan tergesa-gesa kala harus ngisi pengajian agar tidak datang terlambat. Juga, malam-malam bertandang ke rumah kontrakannya untuk mewawancarai ide dan pemikirannya. Itu semua pastilah begitu menyita energi dan perhatiannya.

Namun satu petuah dari dirinya, yang kukenang selalu. Bahwa dien ini butuh pejuangnya yang punya ketahanan. Tahan banting, tidak mudah mengeluh, berkelit, dan ikhlas berkorban. Menurut beliau, ketahanan itu akan kita dapatkan selama kita : dekat kepada Allah dan menuaikan manfaat kepada orang lain, punya ilmu dan semangat untuk terus memperbaiki diri, juga kekuatan fisik. Ketahanan juga diperolah melalui tujuan yang pasti, mengenal medan dengan baik, dan kesiapan diri untuk berbenturan.

Konsekuensi dari perbaikan, adalah menemui benturan. Baik dari diri, lingkungan terdekat maupun 'musuh' yang memang tak ingin perbaikan dilakukan. Saat benturan ini nampak di depan mata, pantang untuk mundur apalagi menyerah.

Kehadiran sosok ini di senayan, membuka sejarah baru bagi dunia pendidikan di negeri ini. Setelah sekian lama UU yang memuliakan guru dan keluarga besar pendidikan terabaikan, maka dengan kahadirannya, juga karena seizin Allah, UU Sisdiknas + UU Guru dan Dosen berhasil disahkan. Indonesia memasuki babak baru, karena alokasi pendidikan mestilah 20% dari APBN dan kesejahteraan guru dan pendidik mestilah dimuliakan.

Perjuangan belum terhenti sampai disini. Meski sempat kecewa karena pemerintah 'keras kepala' tetap menjadikan UN sebagai standar kelulusan, bertolakbelakang dengan keinginan rakyat dan DPR, sosok ini bersama sosok-sosok lain yang seide dan sekarakter dengannya akan terus berjuang. Seperti prinsip dirinya, bermanfaat bagi orang lain dan delalu dekat dengan Allah.

Beliau adalah : Ust. Zubeir Syafawi, SHI, Ketua Komisi X DPR-RI, asal FPKS. Alhamdulillah, sabtu (05/08/06) ini, saat beliau reses dan pulang ke semarang, aku berhasil menemui, mendengar dan berjabat erat dengannya. Kali ini, aku ingin kedekatan itu diabadikan. Lirih kuucapkan kepadanya..."mumpung Allah masih memberi kita usia..."[]




Diposkan oleh doniriadi.blogspot.com Sunday, August 06, 2006

1 Responses to Perjumpaan dengan Sosok yang Dikagumi

  1. Wiwin Says:
  2. Assalaamualaikum wr wb

    salam kenal, pak :)
    Selamat menunaikan ibadah puasa...
    Hmmm.. lega setelah beberapa menit resah dan panas membaca artikel2 berikut komen2nya blog pkswacth.

    selalu berjuang lewat pena, pak !!...

    sila berkunjung ke rumah saya www.nafuzu.blogspot.com

     

Subscribe here

Better Place For Children