I
aku benar-benar terpukul
ini seperti mengulang cerita masa lalu
degup-degup itu
gelisah itu
rasanya seperti serupa ia
aku sangat mengenalinya
benar-benar serupa...
that first sight
i can do nothing
tak menyana bahwa Allah akan memberikannya sekali lagi
terutama di sepenggal usiaku kini
hari itu, aku tersimpuh lunglai
langit-langit masjid hidayatul mubtadi'in ini menjadi saksi
betapa mendung mulai menggelayut
dan nyaris gerimis turun jika saja aku tak keburu menyeka jiwa
ini kali adalah sua pertama
namun jejak kehadirannya serasa telah ada
jauh sebelumnya
begitu hangat
satu jam berlalu
aku masih saja bergelut dalam simpuh
hatiku berteriak, Yaa Rabb...
kenapa Engkau hadirkan lagi
bukankah Engkau melihat bahwa aku dulu melaluinya dengan terseok-seok
bahkan hingga kini lelahnya masih terasa
II
lunglai
kaki melangkah tak hendak
apa yang harus kuperbuat kini
doa apa yang harus kupanjatkan lagi
tidak pernah begitu letih,
tidak pernah begitu sengsara,
tercebur bersama embun, dan tercabik tanaman berduri,
aku tak lagi mampu merangkak,
tak lagi mampu pergi ...(*)
tiba-tiba aku merasa telah terlalu renta
tak yakin, masihkah tersisa sedikit kekuatan
untuk merawat satu lagi taman bunga
separuh diriku menyilahkan ia terbelenggu
bahkan berharap selalu begitu
separuh yang lain ingin bebas sebebas-bebasnya
sungguh, ia enggan terbelenggu... rindu
pedih
sebab, bagiku
rindu sejatinya adalah dingin menggigit tulang
rindu tak lain adalah pilu terkubur sepi
sunyi
sendiri
dan
terluka
III
aku lelah
serasa bersalah
sudahlah
enyahlah
IV
there's no happy ending
the ending is never end
(semua bermula dari sini, dari sepenggal perjalanan di desa kalibening-salatiga, jumat 11/012008. )
(* sepenggal syair dari Buku berjudul "Dead Poets Society")
[versi audio, download here - has been heard in a limited community]
Diposkan oleh
doniriadi.blogspot.com
Saturday, January 12, 2008
Thanks great blog postt