Murid mengapresiasi guru, guru mengapresiasi murid, keduanya jamak, sudah biasa. Maka, bolehlah ini kali, kita sebagai guru mengapresiasi sesama guru. Ya, mungkin dengan harapan diseberang sana, ada murid yang mengapresiasi sesama murid.

The Coolest Teacher... alias Guru Paling Keren. Nah itu dia judul Awardnya. Dan karena 'habitat'nya di Sekolah Alam, maka tentu saja the nominee, nominasinya, berasal dari lingkungan dekat-dekat sini, di antara para guru Sekolah Alam Semarang.

Entahlah, tapi yang jelas hari ini, ditengah 'keributan' rutinitas yang terjadi di lab. komputer, aku ingin betul sejenak berada dalam diam, mencari bahan renungan buat menulis posting yang isinya MyAward terhadap sesama kolegaku di sekolah ini.

Itu berarti, aku harus menyusun kriterianya terlebih dulu. Oke deh, tidak terlalu sulit, dan tidak pula banyak kriterianya. Kriteria pertama, dia adalah guru yang telah terbukti berkorban. Ini kriteria mutlak. Pengorbanan adalah panglima, terutama di sekolah swasta kaya SA ini. Who gives the soul? Siapa dia gerangan yang telah memberikan jiwanya.

Kriteria kedua, dia mestilah mencintai dengan sepenuh hati material yang dia ajarkan pada murid. Artinya, dia menjadi guru dalam keadaan sadar seratus persen. Semata-mata karena 'sesuatu yang berarti' itu dia kuasai dan dia cintai. Bukan mengajar/mendidik karena sekedar dia mendapatkan amanah, atau alasan klasik lain : mengisinya karena kekurangan sumber daya tenaga pengajar. Yup! Luv alias Cinta adalah kriteria nomor dua. Who gives the Love? Siapa dia yang telah begitu mencintai ilmu?

Dan kriteria ketiga, terakhir, adalah cara dia memperlakukan murid. Apa posisi murid baginya? semata sebagai murid? ato juga sebagai teman, sahabat, dan mungkin juga kadang malah sebagai guru juga. Artinya, kriteria ini adalah bicara soal manajemen emosi. Sabarkahdia? Pemarahkah? Murah senyumkah? dan bagaimana emosi dia saat berhadapan dengan sebuah 'kesalahan' khas para murid? Who gives the Smile? Siapa yang memberikan senyum paling tulus pada murid.

Nah, ketiga kriteria itu adalah parameter buat mencari sosok The Coolest Teacher; Soul, Love, and Smile. Mudah bukan? Hehehe...

***

Pejamkan matamu. Berpikirlah keras. Carilah sosok itu, diantara kumpulan orang-orang berjiwa mulia di sini. Ini seperti mencari intan di tumpukan logam mulia. ^_^

The Soul
Hemm...setiap guru mestinya telah berkorban. Dan...yes! That's it! Itulah masalahnya, pengorbanan itu kadang sudah tergantikan dengan yang namanya kompensasi atau apresiasi, dan mungkin berwujud material. Berarti, aku tinggal mencari sosok yang berkorban dan pengorbanannya itu tidak bisa tergantikan...dengan material sebanyak apapun. Walah...ada nggak ya? Wait, gimme a time to think...!

Gotcha! Ternyata ada. Luar biasa. Benar-benar ada.
Ada seorang guru yang buatku dia telah berkorban level advance. Kalo cuma berkorban tenaga, waktu, pikiran, itu level basic. Tapi, beliau ini benar-benar berkorban...nyawa. Benar-benar level advance. Aku mengingatnya saat aku mengetahui bahwa ayahnya sebenarnya sedang mengalami kondisi emergency dan masuk RS. Dia mestinya bisa saja izin untuk pulang lebih awal. Tapi, dia memilih untuk tetap tinggal hingga acaranya usai. Hingga dia bisa melihat tampilan karya anak-anak SA di gelar. Dia ingin mengapresiasi kerja keras para murid dengan sejenak duduk dan menyimaknya dengan seksama. Ya, itulah sepenggalan kisah saat kami live in 3 hari di SMP/SMU Qaryah Thayyibah Salatiga. Dan, tidak lama setelah itu, aku mendapat SMS, ayahnya has passed away. Ayahnya wafat karena sakitnya itu. Dan, hingga kini, tak ada perubahan berarti pada diri beliau. Dia tetap tersenyum seperti biasa. Tetap tegar seperti biasa. Tak menyalahkan siapa-siapa.

Dia telah memberikan jiwanya buat para murid. Classified!

The Love
Hemm... Luar Biasa. Sosok itu ternyata juga memenuhi kriteria kedua ini. Dia lahir dan besar dalam dunia Al-Quran. Dia tidak memilih kuliah seperti latar belakang guru-guru lainnya. Dia memilih sekolah khusus yang mempelajari Al-Quran. Ya, Dia alumnus Pendidikan guru Pengajar Quran (PGPQ) Raudhatul Mujawwidin. Sekolah nongelar tapi jangan tanya soal kemanfaatannya. Di SA, dia menghabiskan waktunya dengan membaca, menyimak dan mengajari murid (dan guru juga) cara memperlakukan (membaca) Al-Quran dengan baik dan benar. Dialah Koordinator Qiroati di SA.

Ya, mungkin seperti Sayyid Quthb katakan, beliau ini hidup dalam naungan Quran. Quran menjadi sahabatnya sehari-hari. Karena itu, meski sebenarnya beliau ini pendiam alias tak banyak bicara, tapi jka menyangkut soal syar'i dan ayat-ayat Allah, dia langsung berubah menjadi orang yang paling kritis. Tapi, jangan dikira juga karena jarang terdengar suaranya, dia gagap berkomunikasi. Tidak. Dia justru paham banget, kapan harus diam dan kapan harus bicara. Dia bahkan bisa menanggapi dengan jitu pernyataanku yang kukirim lewat SMS. "Selamat, Anda telah menjadi The Coolest Teacher at SA". Dia tidak menjawab SMSku, tapi begitu bertemu, dia tersenyum dambil menjawab "Syukron ya pak, atas doanya...".
^_^ Pujian baginya adalah doa. Yup! Memang begitulah yang semestinya. Tidak lantas menjadi besar kepala.

Quran mengajarkan kita untuk rendah hati. Dan beliau ini melakukannya. Dia teramat sangat low profile. Sehingga boleh dikata, dia lebih suka tak dikenal oleh orang daripada harus memilih 'ngotot' mengenalkan eksistensi diri pada orang lain. Tapi, dijamin, sekali kenal dengan baik sosok ini, maka terhamparlah sebuah dunia misteri yang begitu luas, begitu menarik buat dieksplorasi dan diakrabi, karena begitu istimewa. Beruntung, aku telah mengenalnya, melalui sebuah 'diskusi meja makan', di Salatiga itu pula.

Dan yang terpenting, sejauh aku mengenalnya. Guru yang masih single ini belum pernah berkata lelah atau curhat pada orang lain tentang kelelahannya mengajarkan Al-Quran di SA.

Dia telah begitu mencintai ilmunya. Classified!

The Smile
Hahaha... caranya berinteraksi dengan murid, terutama saat mengajarkan Al-Quran sangatlah indah. Mungkin hadist "Khoirukum man ta'alamal Qurana wa 'alamah" alias "Sebaik-baiknya kamu adalah dia yang mempelajari Quran dan mengajarkannya" telah menyatu mengalir bersama darahnya. Sehingga, dalam mengajar pun ia tak pernah marah. Itu tadi, karena ingin mendapat gelar orang yang terbaik dari Rasulullah SAW.

Aku pernah 'menguping' saat dia mengajari jilid Gharib, buat anak-anak kelas 6. Hihi...menyenangkan. Banyak kesalahan, tapi beliau terlihat sangat sabar...kadang diselingi pula dengan tawa. Wah, seandainya, belajar Quran itu menyenangkan kaya gitu, 'nggak spanneng' seperti zamanku dulu, maka Quran jadi hal yang menyenangkan buat anal-anak. Toh, yang terpenting, mereka 'mudheng' dengan rambu-rambu membaca Al-Quran. Jika bisa dengan senyum, kenapa pula harus dengan amarah.

Sejujurnya, salut banget dengan hal ini. Sebab, aku sendiri juga mengajarkannya. Namun, suka nggak sabaran terhadap kesalahan terutama kesalahan yang sama dan berulang-ulang. Jadi, top be ge te buat kesabarannya mengajarkan Al-Quran. Iyalah, masak ada murid yang menyebut dhumah pendek... hihi, gubrak! mentang-mentang ada fathah panjang ada dhumah panjang, seenaknya saja tuh murid bikin istilah dhumah pendek...^_^

Atas senyum dan sabarnya itu, dia telah begitu mencintai murid. Classified!

So, award 'The Coolest Teacher at Sekolah Alam Ar-Ridho' jatuh padanya. Ketiga kriteria telah dipenuhinya, plus dia juga memberi bonus: good looking performance. Kacamatanya itu... menunjukkan eleganitas dan intelegensianya.

Selamat deh buat Bu Eny!
Keep istiqomah ya...!
^_^

(Foto : Bu Eny lagi bincang-bincang sama Semy)

(
update : Jumat, 28/03/08. Artikel ini telah terbaca oleh beliau. Dan, hehe..komentnya gini "Pak, itu Bu Eny mana ya...hehe..kayaknya nggak Eny banget deh! Eny nggak terlalu kaya di tulisan itu. Tapi makasih banyak ya pak. Jadi lebih semangat..." Yo'i! That's the point. Biar jadi lebih semangat...pengabdiannya. ^_^

Diposkan oleh doniriadi.blogspot.com Wednesday, March 26, 2008

0 komentar

Subscribe here

Better Place For Children