Berbincang soal kehumasan selalulah menarik hati, terlebih humas sebagai entitas alias humas sebagai spirit of life. Diskursus soal kehumasan, selama kita meminati dan menikmati, seperti halnya sumur zam-zam, berair tak henti-henti.

Humas Ideolog?
Istilah yang sangat spesifik. Takkan didapati dalam referensi humas kebanyakan, sebab ia hanya istilah yang diciptakan dalam dunia pergerakan mahasiswa. Mungkin ia mirip dengan Humas Gerakan. Intinya, ia mengawinkan antara seni kehumasan dengan ruh pergerakan. Produknya adalah ideologis. Sesuatu yang sangat abstrak namun mampu memberi pengaruh besar terhadap perilaku berkehidupan. Menjadi seorang humas ideolog tak hanya mencitrakan oraganisasi seperti halnya tugas humas kebanyakan tetapi lebih dalam adalah membangun sebuah paradigma berpikir dan bertindak nan empatik dari para stakeholder.

Dalam kata lain, "The object of PR is not the achievement of a favourable image, a favourable climate of opinion, or favourable by the media". PR is about achieving an UNDERSTANDING”. Jadi, tujuan kehumasan bukan cuma adanya atmosfir kesan, opini maupun media yang mendukung, tapi "Pengertian" dalam arti kefaktaan, nyata sesungguhnya, bukan sekedar propaganda.

Tujuan utama penciptaan pengertian yang dimaksud adalah mengubah hal negatif yang diproyeksikan masyarakat menjadi hal yang positif. Hal-hal yang semula negatif, terpancar dari : hostility, prejudice (prasangka), apathy (apatis), ignorance (penolakan) berusaha diubah menjadi: sympathy, acceptance, interest dan knowledge.

Dalam pelatihan ini, kasus Insiden Monas adalah contoh paling gurih yang bisa dijadikan contoh. itu sebabnya, di awal sessi, image yang ditampilkan adalah foto yang sangat familiar untuk pemerhati media, yaitu : foto Munarman 'Mencekik'. Dan, diluar dugaan, rupanya kader-kader KAMMI muda ini rada-rada gagap media (hehe...maaf nih ^_^). Sebab, dari 4 penjawab, semuanya 'termakan' propaganda dan terjebak kesan menyesatkan sebagai efek spontan melihat foto tersebut.

Dan, opini publik, setelah foto itu dimuat (di detik.com, koran tempo, jawapos), memang kebanyakan mengutuk, menghujat, dan sejenisnya terhadap aroma kekerasan yang dilakukan Munarman, seperti yang terlihat dalam foto. Barulah ketika sebuah kegiatan kehumasan dalam bentuk konferensi Pers, digelar oleh DPP FPI, maka lambat laun, sebuah fakta baru mulai menggeser opini buruk itu menjadi lebih 'mengerti'. Bahwa Munarman justru sedang mencegah si Ucok untuk melakukan kegiatan anarkisme. Dari prasangka berubah menjadi sebuah simpati. Itulah salah satu bentuk tugas humas.

Dan, dalam konteks pelatihan ini. Kita mendapatkan satu hal bahwa humas yang baik, tidak akan dengan mudah termakan isu dan propaganda. Kita selayaknya melakukan satu hal standar : klarifikasi alias tabayyun. Lebih elegan bertanya atau mencari informasi sebanyak-banyaknya lebih dahulu daripada langsung mengeluarkan pernyataan, yang pada akhirnya malah berujung pada kekeliruan fatal. Dalam kasus foto Munarman, ia telah terkategori Fitnah. Dia telah di 'trial by the press'. Dihukum oleh media, dengan membabibuta. Dan ralat, adalah hal yang mestinya dilakukan oleh media yang bersangkutan. Tempo meminta maaf, Detik.com menurunkan berita klarifikasi, tetapi JawaPos tidak.

Sebenarnya, media tak bisa sepenuhnya disalahkan. Sebab, mereka hanya mempublikasikan release dari AKKBB. Dari kacamata kehumasan, peluncuran foto yang sangat tendensius tanpa dilacak dulu kesahihannya, tergolong kesalahan fatal. Diluar konteks bahwa AKKBB menjadi sasaran kekerasan, tapi, kita tidak dapat menutupi fakta, bahwa humas AKKBB melakukan kekeliruan yang sangat beresiko. Sebab, tak lama setelah foto itu diblow up besar-besaran, kita melihat nyaris terjadi konflik horizontal hingga ke daerah-daerah.

Muslim Negarawan?
Insiden Monas, telah begitu jelas bercerita, betapa pentingnya sebuah kegiatan kehumasan. Pertanyaan selanjutnya adalah, bagiamana dengan humas gerakan, KAMMI khususnya?

Humas Ideolog sejatinya menjadi garda depan dari jargon MUslim Negarawan, yang digagas oleh KAMMI. Tidak hanya humas, setiap kader KAMMI mesti mengetahuinya, sebab Muslim Negarawan adalah kata sederhana dari Visi kami : Melahirkan Pemimpin (Negarawan) Masa Depan yang tangguh di Indonesia. Dan 'Negarawan', adalah kata yang paling suitable untuk merepresentasikan sosok pemimpin muda di masa depan, dan bukan kata 'Politisi'.

Lalu, apa bedanya politisi dengan Negarawan ? Negarawan selalu mengedepankan kepentingan umat dan bangsanya, sementara Politisi identik dengan kepentingan kroni atau pihaknya saja. Jika ditarik lagi dengan semangat Nahnu du’at qobla kulli syai’ (kami adalah da’i sbelum menjadi segala sesuatu), maka jelalah, Negarawan yang dimaksud mengemban tugas da'i, yang juga selalu berorientasi pada masyarakat banyak, tidak hanya kelompoknya sendiri.

Dan, untuk bisa menarik (interrest) stakeholder, terutama mahasiswa sendiri, agar terketuk hatinya bergabung dalam barisan KAMMI, maka KAMMI sebaiknya memiliki Benchmark Corporate. Harus ada daya tarik lain selain isu Penggulingan RI-1, sebab era itu sudah berakhir. Humas KAMMI harus bisa menggali benchmarking separti apa yang dimiliki oelh KAMMI. Apakah dia berupa : ideologi Islam? aktivisnya yang Soleh -Solihat? Cakap secara akademis? didukung oleh Manajemen organisasi profesional? atau karena Jaringan internal yang luas hingga manca negara?atau karena nama besarnya sebagai Eksponen Reformasi 1998? masihkah Demonstrasinya santun? Alumni ? dan sebagainya.

Humas Progresif
Rijalul Imam, dalam bukunya "Menyiapkan Momentum" (2008), dengan manis mengatakan bahwa untuk bisa menjadi seorang Humas Progresif, sebaiknya dia berkarakter sebagai berikut : (1) Berpikir Holistik-Integralistik, (2) Bekerja sebagai Strategic Tools, dan (3) menjadi PR Kreatif : Dari Gagasan ke Media Tulis. Dari Tulisan ke Media Visual, dan Dari Media ke Performance PrImaibadi

Imam juga menyarankan dalam berkomunikasi, setidaknya para Humas memperhatikan petunjuk Qurani, yang menurutnya paling tidak berisi hal sebagi berikut :
(1) Qaulan Kariman (Komunikasi yang Mulia)
(2) Qaulan Layyinan (Komunikasi yang Lembut)
(3) Qaulan Maisuran (Komunikasi yang Memudahkan)
(4) Qaulan Ma’rufan (Komunikasi yang Tegas)
(5) Qaulan Sadidan (Komunikasi yang Jujur)
(6) Qaulan Balighan (Komunikasi yang ‘berbekas’, sampai ke pikiran, dan menyentuh hati)

Ya, inti dari kehumasan memang soal berkomunikasi. Kesan yang terlahir dari sana memang tidak main-main, terbawa hingga mati. Tinggak pilih, meninggalkan belang, gading, atau nama baik?
Dan nama baik, sejatinya tidak butuh seorang PR atau Humas, sebab kebaikan itulah yang akan menjadi humas bagi dirinya sendiri. Meski jasad telah berkalang tanah, amal kebaikan akan terus hidup terkenang abadi, berpuluh-puluh tahun setelahnya.

Jadi, humas itu apa? ^_^
Carilah jawabannya...hingga esok.. dan jangan pernah berhenti.

Btw, thx buat akh habib untuk mengantarkanku pulang plus nengok Afifah Afra ^_^, juga untuk akh ayub untuk memoderatorinya, Akh Alif Kakamda, ukhti Mira, dan semuanya aja. Thx juga buat peserta yang sudah menunjukkan antusiasme dan apresiasinya yang begitu indah. Semoga pertemuan kita berbuah...dan jalinan silahturahimnya yang terjalin karenanya tak terputus.
I am waiting for u...



Diposkan oleh doniriadi.blogspot.com Monday, June 23, 2008

1 Responses to Pelatihan Kehumasan Solo (2) : Menjadi Humas Ideolog

  1. nezha Says:
  2. Saya sangat tertarik dengan tulisan anda tentang pelatihan kehumasan, karena 14-16 nov saya akan mengadakan training kehumasan untuk kader2 KAMMI di Kaltim, lam kenal. Nira, Ketua HUMAS KAMMI KALTIM.

     

Subscribe here

Better Place For Children