Satu hal kutemukan hari ini.
Bahwa dari hari ke hari, semakin sulit saja lisan berucap mewakili isi hati.
Kemampuan lisan ini begitu buruk. Sehingga jika ada pilihan untuk men-disable satu indera, mungkin mulutlah yang pertama kubungkam.
Semakin banyak ia bicara, semakin jauh ia dari ketepatan mewakili isi hati.
Dalam keheningan, segalanya malah jadi lebih sempurna.
Tangkap saja segala kalimat yang terpancar dari mata. Atau bacalah kata-kata yang menjelma menjadi tulisan yang tersebar di binder, di blog, juga mungkin di daun-daun. Ia lebih bisa mewakili.

Aku paham kini saat ada penulis yang menulis dalam blognya bahwa menulis adalah sebuah laku sunyi. Kesunyian adalah teman setia seorang penulis. Lisan yang terlalu banyak bicara membuat otak tak menyisakan ruang untuk apresiasi kata dan rupa. Dalam keramaian, hati menjadi tak peka. Yang ada adalah nafsu akan kebutuhan sanjungan dari setiap kata yang yang diucapkan lisan.

Keheningan membuat segala indera terbuka. Bahkan ia bisa membaca segala sesuatu yang tak bersuara. Kalimat yang terbangun dari kesunyian, mampu membungkam lisan kosong tak bermakna. Diamnya seorang penulis adalah berpikir, sementara diamnya orang yang banyak bicara adalah cuma melonggarkan nafas setelah terengah-engah mengeluarkan busa-busa.

Membungkam lisan menyelamatkan masa depan. Sebab apa yang dikeluarkan lisan lebih mudah membuat kita tergelincir pada kedustaan. Janji-janji, komitmen-komitmen, jaminan-jaminan, yang mudah saja diucapkan tapi tak juntrung berubah menjadi nyata. Dan bila seorang pemimpin yang melakukannya, maka di masa depan ia akan kehilangan satu hal berharga : kepercayaan dari orang yang dipimpinnya. Takkan ada yang betah berada di dekatnya, itu efek dominonya.

Dikarenakan seringnya ia berbicara dalam diam, dalam kata tulis, maka sekali seorang penulis berbicara, maka isi pembicaraannya adalah bermakna. Kerapihan kalimat tulis memiliki daya dobrak berkali-kali lipat ketika ia diucapkan daripada kalimat yang ditemukan dari awang-awang sekebetulan saja. Dalam beberapa kesempatan, ia bahkan bisa menghadirkan kembali sosok-sosok hebat yang telah wafat berabad-abad, lewat kata-kata 'quote' mereka yang mengabadi dalam bentuk kata tulis.

Maka, jika ada seseorang yang suka menulis yang hari ini atau hari-hari esok berubah menjadi lebih pendiam dari biasanya, maka syukurilah dan bukan malah menggugatnya. Sebab, itu berarti ia sedang memasuki fase kesejatian seorang penulis. Pahamilah ia sebagaimana kita memahami diri kita sendiri. Kediamannya itu tak merubah sedikit pun persediaan cinta dan kehangatan yang dimilikinya kepada kita. Malah, jika engkau bisa, masuklah saja kedalam dunianya, dalam laku sunyinya, dengan menjadi seorang penulis juga.

Masukilah dunianya, dengan riang, seperti riangnya Alice yang masuk kedalam Wonderland, karenanya bertemu banyak keajaiban didalamnya. Mungkin dunia sunyi itu cuma berwujud dalam dua spektrum warna, hitam dan putih, namun mungkin pula indah beribu-ribu warna, atau mungkin cuma abu-abu saja. Atau mungkin juga dalam warna sepia.

Adalah menarik, ketika dua orang penulis bertemu, dan mereka saling berbicara dalam diamnya. 'Chemistry' yang sama diantara keduanya namun berbeda maksud dan subyek peruntukan, kemudian melahirkan sebuah kolaborasi karya, yang ternyata serupa dan semakna. Itulah yang tejadi dalam antologi puisi "Dialog Tanpa Kata". Dan Hingga hari ini, aku belum bisa menemukan jawaban, bagaimana antologi itu kemudian memiliki 'ruh' yang satu meski ditulis berdua, dengan variabel ruang dan waktu yang terpisah pula.

Kurasa, ia harus diterbitkan.
mungkin indie saja.
bismillah...
(doakan ya , friends..)

Diposkan oleh doniriadi.blogspot.com Friday, November 21, 2008

4 komentar

  1. Anonymous Says:
  2. aminnn....

     
  3. budi maryono Says:
  4. Come on, Bro! Aku yang tuwir aja bisa, masak kau yang masih penuh daya sebaliknya? Come on!

     
  5. Pit...thx doanya ^_^

    pkbudi...SIAP!
    antum tauladan saya nih...hehe...
    pokoke..aq ingin bisa memberi sesuatu pada komunitas belajar itu, meski tak banyak...semisal sesen royalti...doanya aja deh.

     
  6. Anonymous Says:
  7. pak doni pa kabar?
    aku jahid, besok januari mau pulang

     

Subscribe here

Better Place For Children