Aku melakukannya lagi. Ya, terutama setelah sekian lama aku tak pernah melakukannya lagi. Usaha untuk melupakan sesuatu, membuat kita terkadang menghindari melakukan sesuatu meski itu merupakan hal yang sebelumnya kita sukai dan gemari.

Mungkin saja, usai membaca kalimat-kalimat kontemplatif dalam catatan hariannya kemarin hari, hari ini sebuah 'invisible tying' telah mengikatku pada sebuah kondisi yang bernama elegi.

Pagi masih belum benar-benar bangun. Waktu juga baru bergulir beberapa menit dari pukul 05.00 pagi. Masih mengenakan sarung, aku melangkah keluar menuju ke suatu tempat. Tempat yang sama dengan sebelum-sebelumnya. Dari situ sebuah kanvas raksasa bernama langit, 'mount' Merbabu, dan matahari pagi bundar jingga bisa terlihat jelas.

Dan masih juga sama. Mereka yang mengisi pagi adalah orang-orang yang sama dengan pagi-pagi sebelumnya. Ibu-ibu penjual sayur-sayuran segar, sopi-sopir bus, dan mobil-mobil antar jemput anak sekolah. Kerbau-kerbau yang biasanya merumput, pagi ini tak terlihat. Tapi mereka pasti ada, mungkin di padang rumput yang lain.

Dan satu hal yang pasti adalah bau pagi yang sangat khas. Entah apa unsur-unsur yang membentuk udara pagi sehingga ia bisa begitu segar dan menyemangati. Itu pula kurasa yang menjadi rahasia dari air yang diembunkan, terutama dalam kendi, direkomendasikan untuk diminum. Kendi itu, sains menunjukkan didalamnya mengandung Kaolin, zat penyerap toksik. Tapi udara pagi, dia pasti lebih dari sekedar mengandung oksigen. Tapi aku belum membaca literatur yang membedah unsur-unsur pembentuk udara pagi. Jadi, untukku, pagi adalah bagian dari deretan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab.

Matahari belum muncul. Langit juga masih terbagi dua. Sebagian terang sebagian lagi masih membiru gelap. Meski belum muncul tapi kekuatan cahayanya telah menerangkan bumi. Kekuatan dan eksotisme ini begitu memukau manusia. Sehingga Ra ini menjadi sesembahan bagi sebagian manusia dimuka bumi. Mereka menganggapnya sebagai tuhan. Sampai kemudian, diturunkan para Rasul dan Nabi untuk meluruskan kekeliruan penyembahan itu, untuk menyembah Allah SWT semata. Dan sampai hari ini, perjuangan itu masih juga belum berakhir. Ra dalam berbagai wujud variansnya masih saja dipelihara. Mungkin saja disengaja sebagai alat penyesatan.

Sun.. solar... kekuatan dahsyat itu telah menginspirasi kehidupan. Suhunya yang 6000 derajat Celcius dan 15.000 Celcius di intinya membuat manusia terus berinovasi menemukan materi di bumi yang bisa tahan terhadap panasnya itu. Begitu ketemu, matahari akan menjadi tujuan utama eksplorasi manusia ke luar bumi, tak lagi Lunar atau bulan. Mungkinkah matahari kelak akan takluk di tangan homo sapiens?

Di atas sana, satu bintang masih bersinar. Hanya satu. Itu mestinya Alpha Centauri, dan bukan Bulan atau Merkurius atau Venus. Itu bintang, karena ia bercahaya. Amazing, satu bintang itu masih bisa bertahan, sementara ribuan atau jutaan sesama bintang semalam bertaburan dan lenyap dalam sekejap begitu pagi menjelang. Ia masih juga setia bercahaya. Sains berkata, selain matahari, Alpha adalah bintang terdekat dengan bumi. Tidakkah ia ingin berkata, jadilah engkau sosok terdekat. Sebab hanya mereka yang terdekat, terutama emotionally, yang bisa tetap berada setia dan memberikan cahayanya.

Kanvas besar itu telah terlukisi. Garis-garis merah gradasi orange ditengah background biru itu tersapu dengan lembut dan sempurna. Takkan ada pelukis di dunia ini yang bisa sesempurna itu menggoreskan kuasnya. Ia adalah sebuah karya maestro, tak tertandingi, tak tertara.

Pagi seperti ini, ingin selalu kutemui sekaligus juga ingin kuhindari. Sebab ia mengingatkanku pada pagi di sebuah masa. Embun pagi disini meski berlimpah tapi tidak pernah ada yang bisa sama dengan embun pagi di masa itu. Embun pertama yang bisa menyapa dan meneteskan kata "bersemangatlah!"

Sains mengatakan, butir-butir embun ini kelak akan naik ke angkasa. Ia akan bertansformasi menjadi awan dan juga pembentuk lapisan pelindung bumi. Ia akan menjadi ozon. Menjadi langit biru jernih. Dan aku tahu, hingga hari ini, ia masih saja menyukai langit biru jernih. Ia adalah perindu kebeningan dan ketulusan.

Sayangnya, mount Merbabu pagi ini 'menghilang'. Hingga membuatku harus melangkah panjang untuk mendekat ke arahnya. Dalam ketajaman indera, barulah ia terlihat, samar-samar. Selapis kabut membuatnya berwarna sama dengan warna langit, dan meniadakannya dalam pandangan. Aku tak ingin berlama-lama menatapnya. Karena mata memang bukan alat yang handal untuk melihat dan merasa. Faktanya, "soul vision more brighter than eyes vision".

Morning has broken. Pagi sempurna telah datang. ia hendak berkata, " Ayo kawan, bekerjalah, berkaryalah, bersemangatlah! Isi harimu dengan indah sebagaimana aku mengisi hariku disini sama indahnya." Haha..tapi kurasa, membaca catatanmu, hidupmu dalam kondisi baik-baik saja, penuh semangat dan tentu saja indah...

Ya, setidaknya bila sore tiba nanti, berharap saja turun hujan. Sebab, setelahnya, akan lahir pelangi yang menghiburmu... merehatkan penat-penat tubuhmu, untuk kemudian bertemu lagi dengan pagi.

Lirik Another OST Laskar Pelangi : Sahabat Kecil yang dinyanyikan Ipang-BIP ini, mungkin bisa kau nyanyikan:

"baru saja berakhir
hujan di sore ini
menyisakan keajaiban
kilauan indahnya pelangi

tak pernah terlewatkan
dan tetap mengaguminya
kesempatan seperti ini
tak akan bisa di beli

bersamamu kuhabiskan waktu
senang bisa mengenal dirimu
rasanya semua begitu sempurna
sayang untuk mengakhirinya.

Melawan keterbatasan
Walau sedikit kemungkinan
Takan menyerah untuk hadapi
Hingga sedih tak mau datang
Lagi

janganlah berganti...
tetaplah seperti ini..."

Dengarkan lagunya disini :


Sahabat Kecil - Ipang

Diposkan oleh doniriadi.blogspot.com Saturday, May 09, 2009

0 komentar

Subscribe here

Better Place For Children