Law of Attraction sedang menderaku. Teori apa yang kau dapatkan adalah berasal dari apa yang kau pancarkan, benar adanya. The secret has revealed.
Oleh sebab terlalu semangat menanyakan pada orang lain tentang mimpi dan cita-citanya, hingga si orang sampai bisa menuliskan mimpinya dalam berlembar-lembar halaman, akibatnya datanglah pertanyaan yang sama yang ditujukan padaku dari arah yang tak diduga-duga.
Beliau ini datang, ke rumahku tiba-tiba, tak ada angin tak ada asap. "Saya memang sudah lama tidak silahturahmi ke Pakdoni dan begitu juga sebaliknya." katanya. Hehe..tul banget, aku juga lama jarang main ke rumah beliau ini, meski sekedar silahturahmi. Tapi kami sepakat, hubungan 'persaudaraan' diantara kami cukup baik. Beliau ini, bahkan bagiku pribadi, sudah kuanggap sebagai guru. Aku belajar beberapa hal dari beliau ini. Ia mengajarinya langsung. Ilmu yang diberikannya kurasa sudah berbuah banyak kini.
"Saya sama istri, lagi disebelah", katanya menjelaskan. Tetanggaku di sebelah rumah memang sedang mengalami ujian kehidupan. Bayi yang ditunggu-tunggu kelahirannya selama kurang lebih 4 tahun, wafat setelah berumur tidak lebih dari 2 hari setelah persalinan.
"Ada waktu? Main ke rumah ya, Saya ingin pakdoni bikinkan beberapa desain untuk web, sambil kita bicara sedikit" katanya mengundang. Sebuah undangan yang tentu saja tak baik untuk ditolak. Tapi, aku tahu, sebenarnya itu cuma akal-akalan beliau saja untuk memberi rizki padaku, sambil memberi motivasi hidup, seperti yang biasa ia lakukan sebelum-sebelumnya. Beliau ini, semakin hari semakin besar saja jiwanya.
***
Masih sambil menatap monitor dan tangan menggenggam mouse, kami berdua memulai obrolan. "Kita harus punya mimpi pakdoni" katanya. Hemm..kalimat yang tentu saja sudah sering aku dengar dan mungkin juga aku sering katakan. "Kalau kita sudah punya mimpi, sekarang masalahnya adalah deadline waktunya. Kita harus punya target waktu kapan mimpi kita itu akan tercapai. Sekarang ini, saya sedang berproses. Saya pribadi, sudah sangat jauh berubah banyak dari saya yang dulu" katanya lagi.
Ah, uraiannya itu kemudian terasa begitu menarik. Beliau sudah memulainya, berubah lebih dulu sebelum mengajak orang lain berubah. Sekarang, ucapannya terasa lebih berdaya. Beliau tidak sama dengan orang yang sekedar menjual kata-kata. Bagus didengar tapi yang diucap tak serupa dengan yang dilakukan. Omong kosong begitulah. Tapi kali ini terasa berbeda. Ucapan beliau ini bermakna. Ia sedang membagi pengalaman spiritual hidupnya.
***
I have a dream, offcourse. Tapi aku abai pada "waktu". Kurasa, aku tidak atau belum melakukan sesuatu yang berarti untuk merealisasikan mimpi itu. Aku bahkan telah menuliskannya, dalam wujud sebuah esai panjang, 7 tahun lalu. Ternyata, itu adalah sebuah kekeliruan. Beliau, menyitir pendapat seorang motivator terkenal, mengatakan, paling lama dalam 20 tahun semua mimpi itu harus sudah tercapai. Dalam kasusku, setelah kuceritakan mimpiku, beliau optimis, dalam bilangan 3 tahun, seharusnya mimpi itu sudah terlihat wujudnya. Tiga tahun, bayangkan...
"Kalo menurut perhitungan, saya harus keluar dari lingkungan saya ini dulu baru bisa menggapai mimpi itu", kataku berpendapat. "Lakukan! Kalo itu memang yang harus dilakukan" tegasnya. Tapi kemudian, di penghujung obrolan, kami mendapatkan sebuah premis penting, bahwa sebenarnya bukan masalah disini atau disana yang membuat kita menjadi besar. Yang terpenting, menjadi besarlah, entah di sini atau di sana. KOndisi di sini tak boleh menjadi 'kambing hitam' atas kebelumberhasilan kita meraih mimpi.
"Mimpinya pakdoni cukup menarik. Buatlah semacam proposal lengkap. Apa yang membuat mimpi pakdoni itu harus diperhitungkan? Mengapa harus seperti itu wujudnya? Apakah ia cukup menguntungkan? KAlo semua jawaban tadi iya. Optimis, akan ada pihak-pihak yang bersedia membantu mewujudkannya" jelasnya.
"dan,, mungkin pakdoni malah bisa mewujudkannya sendiri. Proposal itu mungkin akan jauh lebih bertenaga jika tidak dibuat dalam bentuk proposal biasa, tapi dalam bentuk sebuah novel. Ya, sebuah novel. Uraikan semua mimpi pakdoni tadi itu dalam sebuah novel. Novel itu nanti yang akan menjadi penunjuk jalan terbukanya mimpi tadi menjadi realita." katanya memberi sebuah ide. Buatku, itu tak sekedar ide, tapi ide besar...BIG IDEA.
Dan beliau menguatkan argumen atas idenya itu dengan menghitung-hitung royalti, seraya mengajukan dua nama penulis lokal yang bisa mewujudkan mimpinya dari hasil penjualan sebuah buku berwujud novel, sebagai contohnya.
Jadi, menurut beliau, bikinlah novel, yang isinya bercerita tentang mimpi besarku itu tadi. Sebuah mimpi yang menjadi ide besarku yang lain.
Pertanyaannya adalah..., mampukah?
***
AKU PASTI BISA!... INSYAALLAH!
***
Kerana mimpi itu pernah terpublish beberapa tahun lalu dalam bentuk esai, mungkin akan lebih baik jika kini ia dibuat dalam bentuk pointer-pointer. Lebih ringkas dan mudah dibaca.
Inilah mimpiku :
>> MENGELOLA RUMAH BUKU/PERPUSTAKAAN YANG BESAR. SANGAT BESAR. <<
Fisik :
- gedung bata : untuk dokumen mudah rusak dan kuno
- joglo aula/gasebo besar : untuk bedah buku, seminar, pementasan. kapasitas 250 orang. dilengkapi background up-down, juga lighting.
- beberapa gasebo kecil, untuk kapasitas kelompok kecil 5-10 orang.
- kids corner : untuk buku dan beberapa ragam khas anak-anak.
- kafe/kantin : oraganic, ethnic, traditional food.
- workshop studio : pusat komputerisasi--> web, desain grafis, layout, fotografi-film, pra cetak, dan broadcasting/penyiaran minimal radio.
- gedung cetak : berisi mesin cetak, khususnya buku dan variansnya
- >hotspot area
- >bangku-bangku taman
- >areal khusus pementasan terbuka malam hari (buat baca puisi, teater, dll)
- >saung homestay: untuk yang ingin menginap dan 'menyepi'.
- >saung pengelola.
- >jenis buku : all books.
- >katalog manual dan online
- >lahan parkir yang tertata baik.
Nonfisik :
- >Dimanaje untuk bertahan hingga ratusan tahun, dari generasi ke generasi.
- >humanis dan ramah.
- >Hidup! ada banyak kegiatan : bedah buku, bengkel menulis, jumpa penulis, siaran live, pementasan teater, baca puisi, diskusi-diskusi.
- >musik yang diakomodasi : gitar akustik, violin/biola, piano, dan nasyid, juga etnic music (band rame tak bisa, untuk menjaga keheningan).
- >fasilitas for hire, kecuali untuk kepentingan : edukatif, jurnalistik-kepenulisan, dan arts performance.
- >ruang baca yang akrab : boleh sambil minum dengan gelas yang didesain khusus tak mudah tumpah. But, no oil food. Boleh pake laptop, karena juga ada hotspotnya, boleh juga di bawa keluar dibaca di bangku-bangku taman atau halaman rumput. Boleh bicara asal tidak keras-keras. Ada audio system, pengunjung bisa request lagu (lagu/instrument yang mendukung proses membaca)
- >ada buku yang bisa dibeli, tak hanya dibaca atau disewa.
- >manajemen peminjaman yang tak memberatkan berasaskan kejujuran.
- >areal terbuka dan taman 'forbiden' untuk pacaran. Rumah buku ini adalah areal bebas maksiat, tapi ramah keluarga.
- >menerbitkan buku dan publikasi
- >taman juga terbuka untuk para penggesek violin,atau aktivitas lain selama masih mendukung kegiatan membaca.
- >membuka layanan spesial bagi para penulis yang ingin homestay, terutama karena sedang menyelesaikan karyanya.
- >melibatkan komunitas sekitar sebagai bagian dari sumberdaya.
- >pengkulturan sholat tepat waktu dan berjamaah di masjid rumah buku (bagi pengelola dan pengunjung yang muslim)
- >visi pengelola : grow and die on books.
itu dulu.
Padoni,Great Dream...!it's similiar with mine.
nanti ada komunitas2x, accoustics show, apresiasi seni, club komik, klub rajut...hmm...