[tulisan ke-2 dari 4 tulisan]

Sabtu, 12/04/08, 04.30
Seperti biasa, subuh menyapa. Lumayan, bisa tidur meski sekejapan. Ibunya anak-anak malah sudah bangun dari tadi. Sama, tidurnya juga tak jenak. Si kecil, Dani, semalaman tidur-bangun-tidur-bangun. Ada 'umbel' di hidungnya. Dan, itu mestinya membuat Dani tidur tak nyaman.

Dan wah..., semuanya telah disiapkan. Padahal, aku tak minta bantuannya. Sebab, aku berencana menyiapkannya sendiri. The backpack itu telah dipenuhi dengan baju ganti beserta perlengkapan standar perjalanan lainnya.

Then, I say nothing. diam saja. Yup! biarlah kebaikannya pagi itu, ia lakukan semata karena Allah saja, bukan karenaku. Jadi, nanti biarlah Allah yang membalasnya. Balasan Allah pastilah lebih 'luar biasa', daripada balasanku yang paling banter cuma seutas kalimat " makasih, ya..."

07.00 . Di pool bus Kaliwiru
Bus rit pertama telah berangkat. Jadi aku harus menunggu 1 jam lagi untuk kedatangan rit kedua, sekaligus rit terakhir. Tak seperti jalur Semarang-Solo atau Semarang-Jogja yang tiada putus, selalu ada. Jalur Semarang-Purwokerto cuma dilayani oleh 2 bus patas saja. Itupun di pagi hari saja. Tiketnya : 43 ribu perak.

Lumayan, ada jeda waktu. Bisa kubuat untuk berpikir. Mereka-reka apa yang akan bisa dilakukan nanti di sessiku. Lagi, aku bisa mengamati tindak-tanduk orang yang lalu lalang di sini. Sebuah kegiatan yang menyenangkan. Menjadi the observer. Memperhatikan orang tanpa orang itu sadar jika sedang diperhatikan.

Ada pengendara motor yang nampak menahan nafas dalam-dalam. Menahan diri untuk tak mengumpat, ketika ada supir bus yang 'asal' saja menepikan busnya saat ada penumpang yang melambai. hihi...boleh juga tuh kesabarannya si pengendara motor.

Yang menarik, adalah ulah bapak si penunggu WC Umum. Mulanya aku tak begitu memperhatikan. Tapi karena dia lewat lebih dari dua kali di depanku, aku jadi reflek mengamatinya. Bapak itu, berjanggut tipis, dengan guratan di keningnya. Wajahnya khas laki-laki yang udah tertempa asam garam kehidupan. Terlihat sabar dan tenang. Dari WC umum, dia keluar membawa seember air kecil, menuruni tangga dan berjalan menuju... sebuah pot bunga berisi bougenville di pinggir jalan. Byurr...ia menyiramnya.

Cool! Aku tersenyum. Pagi yang indah dengan 'real movie' yang juga indah. Berkorban sesuatu buat lingkungan. Mungkin sepele. Tapi, bagiku itu sudah cukup buat inspirasi pagi. Aku masuk ke dalam WC Umum. hemmm... seperti yang kuduga, bersih dan terawat. Jelas, bapak ini telah sampai pada satu fase tertinggi hidup. Yaitu : Bekerja, untuk dunia akhirat. Meski 'cuma' menjaga WC Umum, tapi beliau all out dengan tugasnya itu. Beliau membuat bersih WC-nya hingga orang senang dibuatnya. Jadi, dengan tangannya itu, dia telah membuat orang lain senang, plus pengorbananannya pada lingkungan, menyumbangkan airnya untuk si pot bunga, telah menolong zat hidup lainnya. Belum lagi, nanti anak-istri yang terhidupi dari pencarian nafkahnya itu. Sekali lagi, te o pe !
Dan satu hal lagi, dia tersenyum dan bercakap-cakap denganku. Artinya lagi, beliau adalah orang yang ramah. Murah senyum dan murah kata. Makin oke deh!

08.00 diatas bus, kursi paling depan, dekat pintu.
Perjalanan di mulai. Sekilas saat aku masuk lewat pintu depan, aku sempat menyapu pandangan ke dalam bus. ^_^ seperti biasa, khas kondisi bus patas. Semua orang nampak asyik dengan dirinya sendiri. Kabel-kabel Mp4 nampak bergelantungan di telinga dengan wajah yang tertoleh pada jendela. Jelas, mereka pengagum berat sesuatu yang bernama privacy. Sebuah kalimat seakan terdengar jelas saat aku masuk : "Stay away from me" ^_^

Seseorang mendekat... a lady... Hemm...pastilah teman sebangku. "Mau dekat jendela?" tanyaku sambil mempersilahkan dan menggeser posisiku duduk. Dia tersenyum mengangguk. ^_^ ...ofcourse I know it. Walau sebenarnya, nomor kursi tiketku membuatku 'berhak' duduk di dekat jendela. Tapi biarlah,... not this time. Sesaat, aku diingatkan oleh suara dari dalam, " gimana nanti moto gunung sindoro-sumbingnya? Bukannya tadi engkau ingin moto dua gunung itu dari jendela saat bus melaju?

Bus mulai berjalan. Suasana hening. Tiba-tiba aku teringat, tulisannya Ipung Si Pecinta Senja...tentang hukum satu meter. Bodoh kata Ipung, jika kita abai kepada orang yang berada dalam rentang jarak kurang dari 1 meter di depan-belakang-kanan-kiri. Sebab, akan banyak hal di luar dugaan, dan itu menguntungkan, jika kita mau 'mengalah' memulai berkomunikasi dengan orang yang masuk dalam hukum 1 meter. ^_^ asli... tulisan yang humas banget!
(dan memang betul adanya. kelak, aku mendapatkan kemanfaatan dari perbincangan dengan teman sebangku ini...^_^)

Setelah agak lama berada dalam keheningan. Akhirnya, aku menyerah juga. 'Anak Humas' kok betah dengan 'kediaman yang menyimpan potensi'. Nggak lah...! Harus ada sesuatu yang berharga, yang bisa kudapat dari perjalanan monoton 6 jam ini. Bayangkan, 6 jam duduk diam tanpa melakukan apapun. Bisa gila tuh! Bagaimana dengan dengerin lagu lewat MP4? Ahh..nggak banget... aku nggak mau menambah jumlah orang dalam bus ini yang memutus dunianya dengan sekitar, karena asik dengan kupingnya sendiri. Nggak banget!

"Hobi baca?" tanyaku padanya sambil mengeluarkan sesuatu dari tasku. Itu...koran pagi, 3 koran berbeda sekaligus! YAng satu lokal, sisanya koran nasional. Sayang, dianya menggeleng. Hemmm... aku mulai membaca, koran lokal terlebih dahulu. Ada tertarik dengan perkembangan berita Pilgub Jateng. Tak lama, tanpa bicara, tanpa melihat, aku menyodorkan koran yang satunya lagi untuk dia. Dan hup! di ambilnya tuh koran...hihi...meski kepalanya menggeleng, tapi aku tahu hatinya ingin membaca...jadi, iya deh..kuberi kau bahan bacaan...^_^ next, belajarlah lebih jujur yach...kataku dalam hati. Gubrak!

Dan, itu adalah awalan yang sangat jitu yang kemudian menghantarkan pada sebuah komunikasi dua arah yang menyenangkan. Asli, menyenangkan. Perjalanan yang harusnya menjenuhkan itu bahkan telah berubah menjadi perjalanan yang mengenangkan...jadi kenangan. ^_^ Saat, posting ini ditulis pun, teman sebangku itu masih juga mengirimkan sesuatu...pesan singkat. Tapi, jangan tanya namanya. Soalnya sampai sekarang pun, aku tidak tahu namanya dan memang juga tak hendak menanyakan namanya.

Aku cuma memanggilnya dengan : bu guru ^_^. Bu guru itu sedang belajar menjadi seorang guru. Belaiu fresh graduate dari PGSD D-2 di Semarang, dan sekarang sedang mengajar SD di sebuah desa kecil di Purbalingga. Belum lama, belum ada satu semester. Dengan materi ajar pokok : English. Bu guru menyebut dirinya masih yunior. Yunior banget, hingga kadang-kadang dia merasa dirinya jadi lebih mirip kayak pesuruh. Disuruh gantiin guru-guru tua alias senior, di suruh ngetik, di suruh jaga perpustakaan, de el el. Dia sedang belajar untuk menata hatinya, berkerja dalam satu tim yang bernama : korps guru.

Bu guru itu juga sedang belajar mencintai murid-muridnya. Asli, asik banget, saat dia bicara denganku...tiba-tiba ada telpon masuk...dari muridnya. Sang murid rupanya kangen berat dengan bu guru yang lama nggak ngajar-ngajar karena keberangkatannya di semarang mengurus legalisasi ijazah. Bu guru itu, sedang menuju proses menjadi guru idaman. Muda, pintar, ramah, sabar, dan disukai murid-muridnya.

Perbincangan seterusnya, tak lepas dari soal hubungan guru-murid dan dunia pendidikan pada umumnya. Dalam hal ini, bu guru itu lebih banyak kuhujani dengan pertanyaan sulit, yang kuharap menjadi bahan renungannya kelak setelah ia turun dari bus.

"Mengapa dulu, waktu kita kecil, banyak pertanyaan-pertanyaan kritis kita lontarkan, seperti : itu apa... itu untuk apa... kok gitu... dan seterusnya. Namun semakin lama, semakin besar, semakin minim pertanyaan yang kita lontarkan. Sampai pada tahap yang paling parah, kita menjadi generasi copy paste. Malas mencari tahu apalagi 'menemukan'. Mengapa? Ada apa dengan dunia pendidikan kita?" kataku retorik.

"Kita, para guru, kadang tanpa sadar begitu menggebu-gebu untuk mentransfer ilmu yang kita miliki pada murid, namun sayangnya kita tak memperhitungkan bahwa itu justru 'membunuh' karakter utama pelajar yaitu : menjadi pembelajar. Terutama bila cara yang kita gunakan dominan satu arah. Dari guru ke murid. Seperti menuangkan air ke gelas. Murid gelasnya. Kita baru kaget, saat merasa bahwa betapa inisiatif atau kreativitas para murid makin menghilang tak berbekas. Mereka menjadi begitu dependent dengan guru", lanjutku lagi.

"Dan guru SD... paling enak menjadi guru SD. Sebab, sebenarnya, guru SD itu, jika ia mengerti, adalah guru yang masih bisa menjadikan bermain sebagai cara belajar. Ciptakan saja pengalaman belajar yang menyenangkan. Nanti itulah yang dikenang para murid. BUkan materi pelajaran yang sebarek-abrek. Pernah baca Laskar Pelangi? Itulah contohnya pengalaman masa kecil yang begitu kuat, yang menjadi energi buat hidup si penulisnya, Andrea Hirata"...hihi...makin lama, aku makin tebar pesona deh kayaknya.

"Iya deh, nanti aku coba bikinnya", katanya pada dirinya sendiri saat aku mengutarakan padanya mengapa tidak coba membuat sebuah kelompok eskul atau klub berdasarkan keminatan, saat bu guru itu mengatakan kadang jenuh dengan pekerjaannya itu. "Coba buat sesuatu yang baru. Mading-kah, klub conversation-kah, atau apa saja" kataku menawarkan.

11.00
Bus berhenti di Wonosobo, di sebuah rumah makan. Semua penumpang turun. Ahh... lagi nggak pingin makan. sebenarnya inilah kesempatan untuk mengabadikan pemandangan gunung Sindoro dan Sumbing. Tapi awan dan kabut tebal menutupi kedua gunung itu. Meski siang hari, puncaknya tak kelihatan sama sekali. Awan dan Kabut itu kemudian menjadi jawaban dari sebuah fenomena alam yang terjadi: hujan deras. Bahkan hujan belum juga berhenti saat kami sudah berada di atas bus lagi.Tapi, tadi aku sempat mengabadikan dua hal : kolam kecil dengan ikan mas geuudhe di dalamnya, dan...dia, sang bu guru itu, yang tak sengaja lewat saat aku memotret grafiti di badan bus. ^_^

Sebetulnya, sejak dari Semarang, bu guru ini menyembunyikan satu hal, yaitu batuknya. Ia terlihat betul untuk menahan batuknya, yang berdahak, agar tak terdengar keras waktu terbatuk. Artinya, beliau ini sedikit tak nyaman dengan itu, terutama denganku yang duduk disebelahnya,..malu gitu lah.. Nah, inilah saatnya untuk mempraktekkan satu tips humas.

Bagi 'anak humas', tidak boleh ada orang yang merasa tak nyaman saat berada didekatnya, entah karena kekurangan semisal sakit batuk seperti kasus bu guru itu. Dalam hal ini, aku kemudian malah to the point nanyain sakitnya itu, sudah berapa lama, dan kasih saran bagaimana cara mengobatinya. Dan, ia sejenak terkejut, tapi kemudian sangat mencair dan berangsur-angsur nyaman. Lalu, bla..bla... berceritalah ia tentang penyakitnya itu. Tak disadarinya, sekarang ia telah menghilangkan satu lagi penghalang untuknya...to be comfort...dengan lawan bicaranya ini. Untuk batuknya itu, aku sarankan ia mengkonsumsi ekstrak jahe hangat atau jeruk nipis dengan konsentrasi kental. Entah berhasil atau tidak, tapi hal ini, dalam kacamata humas, disebut empatik.

Hemm...Sudah separoh perjalanan. Setelah Wonosobo, tinggal Banjarnegara, Klampok, Purbalingga, lalu tibalah di Purwokerto. Di Purbalingga, bu guru mengakhiri perjalanannya. Dia turun di situ. "Aku pulang....." katanya menirukan sebuah lagu. ^_^

14.00
Tiba di terminal Purwokerto. Terminal yang keren. Lebih keren dari Terminal Terboyo di Semarang. Terminal Purwokerto ini, bersih, dan futuristik. Tapi juga ada tamannya, meski tak besar. Sepertinya juga aman, karena pos polisi ada beberapa di dalamnya. Ditambah dengan pamdal (dishub) cukuplah membuat penjahat berpikir dua kali jika ingin beraksi di sini.

Langit menggelap. Dan lagi, hujan turun dengan derasnya. It's raining more than ever again. Duduk sendiri, mengamati hujan, jauh dari rumah lagi, hemmm...

Dan burr... tiba-tiba muncul seseorang di depanku, dalam balutan jas hujan, yang tidak cukup membantu, karena bajunya tetap basah. Sambil nyengir dia menyalamiku. O... ini panitia. Dialah Frosh. Nyengirnya itu kemudian, menjadi ciri khasnya, tidak berubah, hingga mengantarkanku lagi pulang ke Semarang, di terminal yang sama. (thx a lot ya bro, buat seluruh pengorbananmu... moga Allah membalasnya dengan yang lebih baik)

Aslinya, aku tak minta dijemput. Aku malah ingin datang ke lokasi pelatihan sendiri... sambil mencari pengalaman. Tapi, Uchi tak mengizinkannya. Dia tak memberikanku alamat yang kuminta lewat pesan singkat. Kata Uchi biar dijemput saja. Jadinya, kasian juga Frosh, hujan-hujanan menjemputku. "Ga papa... hujan adalah rahmah" ujarku menenangkan hatinya sambil menepuk-nepuk bahunya.

14.30
Tiba di FH Unsoed. Still on raining. Argometer menunjuk tarif 20.000. Segitu bea-nya dari terminal Purwokerto ke FH Unsoed. Hemm..kalo di Semarang, itu setara dari Ngesrep ke Balaikota.

Kampus yang teduh. Ya iyalah, orang baru hujan...hehe...Di atas, pak Edi Santoso sedang memberikan materi. Pak Edsa itu, demikian nama bekennya, adalah 'bala kurawa'. Senior 2 tahun diatasku itu sekarang telah menjadi dosen komunikasi Unsoed. Baru saja ia pulang setelah 2 tahun kuliah S-2 di Unpad Bandung. Tapi...hihi...blas ga berubah orangnya dari 6 tahun lalu. Dia masih seperti Edsa yang dulu. Baby Face, murah senyum, tidak tambah kurus, tidak juga tambah gemuk. Cuma satu hal, tambah bijak. Artinya, tuh orang tambah pinter aja alias tambah banyak ilmunya.

Kedekap erat Edsa setelah bertemu. Kami berjabatan erat. Bersama Edsa, aku pernah mengalami masa 'rekasa'-nya mahasiswa. Tidur di lantai di markas KAMDA Semarang...rebutan bantal...dan ahhh..banyak lah. Sekarang, wah...dunia telah berubah cing! Too much changes! Tapi, kupikir aku tak akan pernah bisa mengalahkannya dari segi manapun. Anaknya saja sudah mau tiga. Sementara aku baru dua. Walah!...

Setelah sholat ashar bareng, kami bicara... tentang hidup dan kehidupan. :"Gimana kuliahmu?" tanyanya menukik sperti biasa. "Ya, itulah pilihan hidup. Selama kita bisa bertanggungjawab terhadap pilihan hidup, ga masalah. Aku malah menaruh hormat sama orang-orang yang kaya gitu. Lebih baik kita jadi orang biasa yang kalo bicara setara doktor, daripada kita doktor tapi kalo bicara ga ada bedanya sama tukang becak" ujarnya menenangkan. ^_^ "Semoga bisa kompakan sama Ipung ya"... Amin, kataku mengiyakan sambil mengingat Ipung yang lagi di Jakarta.

Sesaat sebelum pergi, kami sempat berfoto bersama. Ini moment langka bro. Untuk bisa berfoto di sebelah temen lama ini, butuh effort yang nggak mudah. Jadi, rugi banget jika ia tak diabadikan. Sayang, kameraku kehabisan batere. Jadi, pake kameranya panitia jepretnya. Katanya Frosh sih, nanti bakalan dia email fotonya. Semoga aja ya... (update: foto akhirnya di kirim sama uchi 4 juni 2008, thx u ya..^_^)

Sebelum in action, Frosh mengenalkanku pada Udin, sang Ketua KAMMI Daerah Purwokerto. Sekilas, anak Banten itu wajahnya mirip banget dengan Edsa. Nanti pas makan malam, setelah acaranya selesai, kami ngobrol banyak, sambil makan bakso penyet di sebelah sekretariat KAMDA. Aku juga bertemu muka dengan Uchi, anak komunikasi semester akhir yang menjadi tokoh kunci keberhasilan acara pelatihan ini. hehe...karena email-nya lah...aku berketetapan hadir di Purwokerto. BAik Frosh maupun Uchi adalah alumni Lokakarya Nasional KAMMI di JOgja beberapa waktu sebelumnya. Di situ, mereka menyimak materi : "Cita, Citra dan Propaganda" yang kuberikan.

Sessi yang aneh sebetuknya. Soalnya, aku cuma menggunakan aplikasi Ms. Words sebagai alat presentasi. Alias cuma membaca ulang saja, tulisanku yang kubuat, paragraf demi paragraf. Tapi siapa nyana jika kemudian, justru bisa terkenang. Salah satunya oleh Uchi, yang kusebut sebagai Uchiha ini...^_^

(bersambung ke tulisan ke 3 >> Pelatihan Kehumasan (3) : "How to 'Sell' an Organization?"

Diposkan oleh doniriadi.blogspot.com Tuesday, April 15, 2008

0 komentar

Subscribe here

Better Place For Children